
Reporter: Mochamad Nur Rofiq
blokTuban.com – IKA PMII Tuban menilai perjalanan panjang proses hukum dugaan penghinaan yang dilakukan oleh Kepala Desa Temaji, Kecamatan Jenu, Suryanto terhadap kadernya Miftakhul Mubarok, belum menemui kejelasan. Setelah tujuh bulan sejak laporan dibuat, berkas perkara kini masih berstatus P19 di Kejaksaan Negeri Tuban.
Kondisi tersebut memicu respon ikatan alumni PMII Tuban dan kemudian menggelar hearing bersama Kejaksaan Negeri Tuban, Kamis (26/6/2025). Mereka menuntut kejelasan dan kepastian hukum yang sedang menimpa kadernya.
"Kami ingin ada kepastian hukum. Jadi sebenarnya sudah lama, tujuh bulan kasus ini terkatung-katung," ujar ketua IKA PMII Tuban, Khoirul Huda kepada wartawan usai hearing.
Kasus ini bermula dari dugaan tindakan penghinaan Kades Temaji dengan meludahi wajah Miftakhul Mubarok di depan umum. Yang saat itu ia sedang menjalankan tugas sebagai Ketua Forum Masyarakat Kokoh (FMK) dalam penyaluran CSR PT Semen Indonesia di Balai Desa Temaji.
Huda, sapaan akrabnya dan pengurus IKA PMII yang lain komitmen mengawal kasus ini hingga tuntas. Pihak IKA PMII berharap, hukum bisa ditegakkan tanpa memandang status.
"Jangan sampai tebang pilih. Jangan sampai hukum kita tajam ke bawah dan tumpul ke atas," tegasnya, karena perkara yang sedang dihadapi kadernya adalah dengan aparat desa.
Sementara itu kuasa hukum korban, Suwarti merasa berkas laporan dan penyidikan dugaan kasus penghinaan yang dilayangkan sudah lengkap. Pelapor juga sudah memenuhi semua unsur yang dipersayaratkan.
"Penyidik sudah memanggil korban, 11 saksi dan saksi ahli. Di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Tersangka juga sudah mengakui perbuatannya. Dengan adanya P19 dari kejaksaan menjadi hal yang perlu dipertanyakan," ujar Warti.
Dijelaskan Warti, kejaksaan mengembalikan berkas ke penyidik dengan status P19 yang disertai petunjuk untuk melengkapi sejumlah poin secara materiil maupun formil.
Beberapa petunjuk dari Jaksa antara lain adalah pemeriksaan ulang terhadap saksi, korban, saksi ahli pidana, hingga penambahan saksi ahli seperti ahli bahasa, tata negara, dan pejabat PT Semen Indonesia. Jaksa juga meminta pendalaman unsur pidana dalam pasal 310 ayat (1) KUHP jo. pasal 315 dan 316 KUHP.
"Antara Petunjuk yang diberikan kejaksaan lebih banyak sekali daripada kelengkapan administrasi. Penyidik kan sudah sesuai KUHAP-nya, minimal ada dua alat bukti dan saksi sudah memberikan keterangan juga. Tapi dari kejaksaan sendiri masih harus didalami," imbuhnya menyayangkan.
Diketahui, peristiwa tersebut terjadi pada Jumat malam, 1 November 2024 sekitar pukul 19.40 WIB dan dilaporkan ke Polsek Jenu dengan nomor LPM/21/XI/2024/SPKT/PolsekJenu/PolresTuban. Miftah kemudian mendapat pendampingan hukum dari LBH KP.Ronggolawe yang turut mengajukan permohonan pelimpahan perkara ke Polres Tuban pada 4 November 2024.
Ia menambahkan, proses hukum seharusnya berjalan transparan dan profesional agar tidak menimbulkan kecurigaan publik terhadap keberpihakan aparat penegak hukum.
"Dalam hal ini kami sangat memahami bahwa Jaksa memiliki kewenangan untuk mengembalikan berkas jika dianggap belum memenuhi syarat untuk dinyatakan ke tahap penuntutan. Ini adalah bagian dari proses hukum yang normal," pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Tuban, Himawan Harianto mengatakan, pihaknya sudah menjalankan proses secara profesional. Dengan status P19 pihaknya menunggu hasil penyidikan polisi hingga 14 hari kerja sejak dikembalikan.
"Jika nanti petunjuk sudah dilakukan penyidik, lengkap dan dikembalikan ke Kejaksaan kami akan teliti. Jika lengkap, kita limpahkan ke persidangan," terang Himawan.
Status perkembangan kasus tersebut lanjut Himawan, masuk ke kejaksaan baru sekitar dua bulan. Kemudian pihaknya mengembalikan ke peyidik dengan petunjuk di atas.
"Ketika penyidik dalam melengkapi petunjuk kejaksaan melebihi batas waktu, kami akan kirim surat permohonan perkembangan penyidikan ke polisi," pungkasnya.[rof/al]