
Reporter: Dahrul Mustaqim
blokTuban.com - Usia senja biasanya diisi dengan istirahat dan ketenangan. Namun, bagi Nenek Kasmi (63), warga Dusun Tileng, Desa Jetak, Kecamatan Montong, masa tuanya justru dihabiskan dengan perjuangan. Ia menjadi satu-satunya penopang hidup bagi dua cucunya yang masih kecil, satu berusia 12 tahun dan satunya baru 8 bulan.
Di rumah bambu berukuran sekitar 4x6 meter, Nenek Kasmi menjalani hari-harinya dengan sabar. Rumah sederhana itu berdiri di atas tanah milik orang lain yang iba melihat kondisinya. Dinding bambu yang berlubang ditutup kain seadanya agar angin malam tak langsung menerpa bayi kecil yang tidur di pojok kamar.
“Ibunya anak-anak ini sudah lama pergi. Katanya mau kerja, tapi sampai sekarang tidak ada kabar. Jadi saya rawat cucu-cucu ini sendiri,” tutur Nenek Kasmi lirih, matanya berkaca-kaca.
Sehari-hari, perempuan sepuh itu tidak memiliki penghasilan tetap. Dahulu ia masih bisa ikut menjadi buruh tani, namun sejak harus mengurus bayi, ia berhenti bekerja. Kini, hidupnya bergantung pada uluran tangan tetangga dan belas kasihan orang-orang sekitar.
“Kalau ada rezeki ya makan, kalau tidak ada ya seadanya. Kadang tetangga kasih beras atau lauk,” ucapnya dengan pasrah.
Salah satu cucunya, Wildan, duduk di kelas 6 SDN Tegalrejo II. Ia dikenal sebagai anak pendiam namun rajin. Beberapa waktu terakhir, Wildan tidak masuk sekolah karena tidak punya ongkos untuk berangkat. Jarak rumahnya ke sekolah sekitar empat kilometer.
“Biasanya Wildan nebeng teman yang sudah SMP, tapi karena tidak bisa patungan bensin, dia tidak berangkat,” terang Nita Purwaningsih, guru Wildan.
Kondisi Wildan membuat para guru SDN Tegalrejo II tergerak. Mereka patungan untuk membantu kebutuhan keluarga kecil itu. Mulai dari susu formula untuk adik Wildan, beras, hingga kebutuhan sehari-hari lainnya.
“Bapak ibu guru juga sepakat membantu uang saku Wildan, supaya dia tidak putus sekolah,” imbuh Nita.
Meski hidup dalam serba kekurangan, Nenek Kasmi tetap menunjukkan keteguhan hati seorang nenek yang tidak ingin cucunya kehilangan masa depan. Di tengah segala keterbatasan, ia masih menyalakan harapan kecil: agar kelak cucu-cucunya bisa hidup lebih baik.