Mahasiswa PAI IAINU Tuban Ditantan untuk Ciptakan Tokoh Superhero Lokal dalam Cerita

Reporter : Sri Wiyono

blokTuban.com - Mahasiswa harus cerdfas dan kreatif. Tidak boleh hanya menikmati kisah tentang superhero luar negeri yang kehidupannya sering bertentangan dengan budaya dan kebiasaan masyarakat Indonesia dalam keseharian. Namun bisa menciptakan tokoh superhero sendiri yang sesuai dengan kehidupan dan nilai-nilai masyarakat Indonesia.

Karena itu, melalui imajinasi, tangan terampil dan gagasan yang orisinil, mahasiswa bisa menciptakan tokoh-tokoh superhero lokal yang kehidupan dan kesehariannya sangat dekat dengan masyarakat kita. Latar kisah juga berada di sekitar masyarakat kita sendiri.

‘’Maka sebagai mahasiswa (prodi) PAI, kalian punya tanggungjawab untuk menciptakan tokoh superhero sendiri yang budayanya sesuai dengan budaya kita,’’ ujar Moh. Syihabuddin S.Pd.I, M.Ag seorang penulis buku saat hadir di kampus Insititut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban.

Syihabuddin adalah penulis novel fiksi sejarah ‘Janisari Nusantara : Jalan Kematian Kapten Turkiyo’. Ia hadir untuk membedah buku yang dia tulis itu di hadapan mahasiswa Prodi PAI IAINU Tuban. Bedah buku tersebut merupakan salah satu tugas kuliah yang harus dijalani para mahasisa Prodi PAI.

Syihabuddin yang juga alumni Prodi PAI di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makhdum Ibrahim (SITMA) Tuban yang sekarang berganti status menjadi IAINU menyebut prodi PAI adalah keren. Karena itu, harus ditunjukkan dengan intelektualitas para mahasiswanya.

‘’Salah satunya bisa dengan menulis buku, termasuk menulis novel dengan menciptakan figur superhero sendiri,’’ tambahnya.

Penulis asal Tuban itu menyebut, novel Janisari Nusantara itu bercerita tentang sejarah pasca Perang Diponegoro pada 1825-1830. Novel tersebut mengambil setting Kabupaten Tuban dengan tokoh utama Kapten Turkiyo.

‘’Semula saya terinspirasi dengan film superhero bikinan Marvel yang mencetak superhero bernama Kapten Amerika. Lalu saya berfikir kenapa tidak Kapten Turkiyo, lalu saya menciptakan itu,’’ bebernya.

Cerita dalam novelnya terinspirasi oleh kisah Pangeran Diponegoro, yang dalam perang memikiki banyak laskar dari rakyat. Usia laskarnya ternyata sangat muda, bahkan rerata masih berusia 12-18 tahun.

‘’Saya menemukan dan membaca buku perang Diponegoro itu di perpustakaan pemkab Tuban saat saya masih mahasiswa. Dari sana saya tertarik dengan kisah Diponegoro. Saya kemudian banyak membeli buku tentang Dipoenegoro. Dari sana kisah dalam novel ini lahir,’’ urainya.

Syihabuddin mengaku ingin memberikan alternatif bacaan yang bermutu bagi masyarakat yang mengandung nilai edukasi. Syihabuddin menyebut, negara luar sering membanggakan episode sejarahnya sendiri. Inggris misalnya dengan sejarah Napoleonnya atau kisah perang dunia dari negara-negara eropa.

‘’Padahal kita juga punya dua sejarah perang yang sangat berpengaruh pada pembentukan negara ini, yakni perang Jawa atau perang Diponegoro dan perang revolusi yakni perang melawan penjajah. Kenapa kita tidak mengangkat sejarah bangsa sendiri menjadi sebuah tulisan yang berkualitas,’’ ajaknya.

Anak-anak sekarang, lanjutnya, bahkan sebagian masyarakat justru akrab dengan karakter-karakter superhero dari luar negeri dibanding kisah atau tokoh dari negeri sendiri.

‘’Maka mahasiswa PAI punya tanggungjawab untuk menciptakan karakter-karakter dari negeri sendiri, dari pesantren, berlatarbelakang islam  dan lainnya.

Sementara dosen Prodi PAI Imam Supriyadi yan mengampu mata kuliah menyatakan, bahwa dalam bedah buku tersebut mahasiswa diberi tugas untuk menulis resensi dan memberikan komentar atas buku tersebut.

‘’Tugas wajib, bukan hanya menulis resensinya, tapi juga memhami isinya sehingga bisa memberikan komentar atas isi bukunya,’’ katanya.[ono]