Jagongan Budaya LESBUMI PCNU Tuban: Menggali Nilai Luhur Manuskrip Nusantara untuk Masa Depan

blokTuban.com - Di tengah derasnya arus modernisasi dan kemajuan teknologi yang kian pesat, upaya melestarikan kebudayaan dan warisan intelektual bangsa terus dilakukan oleh berbagai pihak. Salah satunya oleh Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (LESBUMI) PCNU Tuban yang menggelar Jagongan Budaya dan Pameran Manuskrip NU, Senin malam (20/10/2025), di halaman Gedung KH. Hasyim Asy’ari IAINU Tuban.

Kegiatan yang menjadi rangkaian Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober tersebut mengangkat tema “Manuskrip Nusantara Sebagai Sumber Pengetahuan: Menggali Nilai-nilai Luhur untuk Masa Depan.”

Acara berlangsung hangat dan penuh makna, dihadiri oleh para seniman, budayawan, dalang, hingga komunitas pecinta budaya lokal. Mereka menampilkan beragam kesenian tradisional seperti tembang macapat sebagai bentuk pelestarian warisan leluhur yang sarat nilai filosofis.

Salah satu narasumber utama, Diaz Nawaksara, berbagi kisah dan pengalaman pribadinya dalam menelusuri dan mempelajari aksara-aksara kuno Nusantara. Pria asal Sunda tersebut menceritakan awal perjalanannya dalam memahami aksara Jawa yang berawal dari rasa penasaran terhadap sebuah buku tua yang ia temukan bertahun-tahun lalu.

“Awalnya hanya rasa ingin tahu, tapi dari situ saya belajar aksara Jawa hingga akhirnya bisa membaca manuskrip kuno dari berbagai daerah,” ungkapnya.

Dalam paparannya, Diaz menjelaskan bahwa belajar aksara kuno merupakan perjalanan spiritual sekaligus intelektual untuk memahami jati diri bangsa. Ia menegaskan bahwa bangsa Nusantara telah memiliki sistem pengetahuan tinggi jauh sebelum teori-teori Barat dikenal luas.

“Kita sering mengagumi pemikiran Barat, tapi lupa bahwa nenek moyang kita sudah punya konsep waktu, tubuh, dan semesta yang utuh. Ada ilmu Cokro Manggilingan tentang waktu yang berputar, ada Katuranggan untuk membaca karakter, bahkan ada Primbon yang sejatinya adalah ensiklopedia kebijaksanaan,” terangnya.

Lebih lanjut, kurator manuskrip yang telah meneliti lebih dari 30 bahasa kuno itu mengungkapkan bahwa mempelajari aksara Nusantara ibarat menelusuri peta batin bangsa. Dalam perjalanannya, ia telah meneliti berbagai naskah dari Jawa, Sunda, Bugis, Melayu, hingga Bali.

“Saya menemukan bahwa tiap suku punya sistem pengetahuan sendiri, tapi semuanya saling berkaitan. Itulah kekayaan sejati bangsa ini,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Diaz juga menyinggung bahwa banyak naskah kuno yang berasal dari wilayah Tuban. Salah satunya adalah Naskah Van Bonang atau Kitab Unsur Suluk yang ditulis sekitar tahun 1598 pada masa Wali Songo. Naskah tersebut menceritakan tentang Syekh Bari dan murid-muridnya, dan pernah diteliti oleh Grill pada tahun 1916. Bahkan ada naskah serupa yang kini tersimpan di Universitas Verona, Italia, berisi musyawarah para wali di Gunung Giri Gajah.

Menurutnya, naskah-naskah kuno tersebut tidak hanya berisi ajaran ibadah, tetapi juga mencakup nilai sosial, etika hidup, hingga teknologi sederhana yang menjadi bukti kecerdasan peradaban Nusantara.

“Kita keliru besar jika menganggap primbon hanya kitab mistik. Ia adalah hasil observasi dan pengalaman spiritual yang sistematis, yang seharusnya dikaji dengan pendekatan ilmiah,” tegasnya.

Diaz menutup penyampaiannya dengan pesan mendalam bahwa belajar aksara dan naskah kuno bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan jalan untuk mengenali jati diri bangsa.

“Kalau ingin hidup modern tanpa akar, silakan. Tapi kalau ingin tahu dari mana kita berasal, pelajarilah aksara kita sendiri. Karena di setiap lekuk aksara itu tersimpan doa, sejarah, dan cinta terhadap kehidupan,” pungkasnya.

Melalui Jagongan Budaya ini, LESBUMI PCNU Tuban berharap generasi muda semakin terdarkan akan pentingnya menggali dan melestarikan nilai-nilai luhur warisan Nusantara, agar tidak tercerabut dari akar budaya bangsa di tengah derasnya arus globalisasi.